24 Januari 2012

JIWA YANG TELAH LAMA BERPUTUS ASA DARI RAHMAT-NYA

Apa yang Akan Dibahas?
Postingan kali ini berusaha membawa kita semua kepada pemahaman dan kesadaran atas apa yang telah kita perbuat, dalam artian Perbuatan Dosa Besar. Seperti yang telah tercatat, dosa besar terdiri dari 7 macam yaitu: 1).Mempersekutukan Allah, 2).Sihir, 3).Membunuh diri yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, 4).Makan harta riba, 5).Makan harta anak yatim, 6).Lari dari peperangan, 7). Menuduh wanita yang berimana yang tidah tahu menahu dengna perbuatan buruk dengan apa yang difitnakan kepadanya. (HR Bukhari dan Muslim).

Apa yang Menjadi Topik Bahasan?
Dari ketujuh dosa tersebut, lebih lanjut diperinci oleh Seorang ulama’ Ahlul Bait Abu Abdillah Ja’far bin Muhammad Shadiq menjadi lima belas (lebih lanjutnya, saudara dapat melihat di – (http://rud1.abatasa.com/post/detail/2488/7-macam-dosa-besar). Namun, disini aku hanya akan membahas yang ke-dua saja yaitu "ber­putus asa dari mendapatkan rahmat Allah SWT".
Allah swt berfirman mengenai hal ini. “… Sesungguhnya, tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. ‘ (Yusuf: 87)”

Apakah Pembahasan adalah Pengalaman Pribadi?
Mengapa aku memilih dosa besar ini menjadi topik bahasan? Jawabannya adalah, dosa inilah yang sedang ku rasakan. (Bukan pamer dosa, cuma pengen cerita saja, hehehe).
Tuhan, aku lelah dan sangat lelah ketika harus berjalan menjauh dari Rahmat-Mu. Aku sangat lelah ketika akal-ku tak mampu lagi menopang ambisi yang selalu mendidih dalam aliran darahku.
Hamba – Mu sangat lelah ketika harus melihat kenyataan tak sesuai dengan spekulasi-spekulasi yang kuanggap sangat matang. Sejak saat hamba mulai tumbuh dewasa, hamba selalu menerima pukulan yang sangat menyakitkan, ketika gagasan yang kuanggap sangat mumpuni tak diterima oleh kabanyakan orang.
Hamba sangat lelah ya Allah, ketika pemikiran yang kuanggap seluas samudra tak mampu ku ringkas dalam kata-kata yang sederhana.
Hamba sangat lelah ya Robb, ketika mulut ini serasa terkunci tak mampu mengungkapkan beban dalam batin. Hamba sangat lelah ya Allah, ketika setiap gagasan yang muncul hanya mampu kukerjakan sendiri dan dalam kesendirian. Tak ada orang yang bisa membantuku, semua itu terjadi karena hamba tak mampu merangkai kata-kata untuk meminta bantuan kepada mereka.
Tetesan air mata ini, ketika kutulis catatan kecil yang telah kehilangan keangkuhannya, ku hembuskan nafas yang sebelumnya kulakukan dengan tarikan yang begitu dalam agar semua orang yang membacanya mengerti apa yang selalu kurasakan.” 

Bagaimana Sudut Pandang Saya Terhadap Permasalahan Ini?
Selama ini pula, aku selalu berfikir jika semua perkara dapat terselesaikan dengan pemikiran ekstra dan spekulasi-spekulasi yang “njlimet”. Aku beranggapan, jika kita menginginkan sebuah kebenaran sejati, kita harus jujur pada semua hal. Kejujuran yang ku maksud adalah kejujuran yang bersifat obyektif dengan mengesampingkan pertimbangan perasaan kemanusiaan. Termasuk di dalamnya permasalah “percintaan” yang notabennya berhubungan dengan hati.
Beberapa waktu lalu, aku sempat mendapatkan permasalahan pelik yang tak dapat kutangani dengan cara ini (spekulasi). Kejujuran yang selama ini kuyakini, telah membawaku pada permasalahan-permasalahan yang bersifat spekulatif. Ya,,, permasalahan “cinta” memang tak dapat diperkirakan. Karena menyangkut dengan permasalahan hati, sesaat dapat berkata “ya” dan pada detik selanjutnya berbalik berkata “tidak”.
Kesalahan demi kesalahan telah membawaku sampai ke titik yang tak pernah kuperkirakan. Kesalahan yang pada awalnya tak mungkin dapat kuperbaiki. Penyesalan atas kesalahan tersebut telah membuat otakku berhenti bekerja. Otak ini serasa membeku jika harus menghadapi permasalahan yang belum pernah kuhadapi. Puncak dari semua itu adalah “keadaan dimana kau tak dapat menggunakan pikiranmu dan kau akan menjadi seseorang yang terlihat Bodoh dan Gila, kau juga akan bertindak seperti orang yang tak punya otak”.
Ketika aku tersadar dan mulai menilik jalan yang pernah ku lalui, aku harus mengakui jika aku adalah sebodoh-bodohnya manusia karena telah terperdaya oleh fungsi otak. Selama ini pula, aku telah diperbudak oleh fungsi akal yang memiliki keterbatasan. Apalagi pengetahuan yang kudapatkan tidaklah seberapa besar. Tapi selama ini, aku beranggapan akulah orang yang tahu segalanya. Walaupun aku mampu menjawab setiap pertanyaan orang, tetapi aku tak tahu hakikat dari jawaban yang kuberikan. Aku menjawab hanya dengan spekulasi yang belum teruji kebenarannya. Aku hanya mampu meraba-rabanya dengan sedikit pengetahuan.
Sampai pada titik jenuh kelelahanku berfikir, aku harus terbangun dari mimpi-mimpi yang selama ini memanjakan alam bawah sadarku. Mimpi yang telah membuatku hanyut dalam dunia maya. Ketika aku terbangun dan menatap hamparan dunia nyata, ternyata aku tak mampu berbuat apa-apa. Aku tak dapat menyumbangkan suatu hal yang dapat dimanfaatkan oleh orang-orang di sekitarku. Ternyata aku tak lebih pandai dari seekor  hewan yang mengalami perkembangan progresif sekalipun. Aku menyesali semua yang telah kulakukan, selalu mengagungkan fungsi otak dan fiilsafat-filsafat yang terbangun di atasnya.
Masalah “percintaan” adalah sandungan terbesar yang pernah kudapatkan. Masalah ini hampir membuatku gila. Karena selama ini aku beranggapan aku adalah lelaki terpolos dan terbaik sejauh yang ku tahu. Tetapi pada kenyataannya aku adalah srigala kecil di balik semak-semak yang sedang menyusu induknya. Aku tak mau membuka mata terhadap kenyataan yang ada dan aku sama sekali belum diuji oleh suatu permasalahan.
Dosa terbesar yang pernah kulakukan adalah “mengapa aku harus mencintai seseorang jika aku harus menyakitinya. Dan pada saat itu pula aku harus jujur jika aku adalah salah satu manusia pengumbar cinta”. Mengapa aku terlahir seperti ini? Menjadi orang bodoh yang tak tahu hakikat kejujuran? Kejujuran yang selama ini ku yakini adalah kejujuran yang hanya berorientasi pada diri sendiri, kejujuranku adalah “apa kata hatiku”. Ya, aku memang salah satu manusia ter-egois dengan kejujuran semacam itu.
Selama ini dan selama ini pula, aku selalu berusaha menjadi orang terhebat yang pernah ku tahu. Aku selalu memaksakan diri agar menjadi orang terhebat yang pernah ku tahu. Aku selalu berfilsafat dan bermimpi agar menjadi seperti manusia-manusia yang dimuliakan-Nya. Cerdas, tangkas, dan pandai memanfaatkan situasi yang menguntungkan. Namun, ada satu kesalahan besar yang tak terfikirkan olehku yaitu jika mereka mulia bukan karena kecerdasan dan kepandaiannya, tetapi mereka adalah orang yang pandai mensinkronisasikan antara fungsi pikiran dan hati.
            Sudah sejak lama aku telah berputus asa dari Rahmat-Nya. Aku beranggapan aku adalah manusia yang tak bermanfaat lagi bagi orang lain. Aku merasa jika dosaku telah menumpuk tak terhitung lagi karena telah melukai banyak orang. Menghianati amanah orang-orang yang percaya kepadaku. Mereka bilang, aku adalah orang yang jujur. Tapi pada kenyataannya, aku adalah pembohong terbesar yang pernah ku tahu. Dalam diamku, aku memiliki kebohongan besar yang tak pernah mereka bayangkan. Dalam persembunyianku, aku selalu mengintai dan siap menerkam apa pun yang kuanggap lemah.
            Menyadari semua hal itu, kepalaku serasa tertimpa beban berat yang selama ini aku tumpuk-tumpuk. Hatiku remuk ketika mengetahui jika aku bukanlah orang yang mereka harapkan. Aku hanya seorang pecundang yang pandai menggunakan filsafat untuk menutupi kekurangan diri. Hatiku hancur harus menyakiti orang-orang yang pernah menyayangiku dan sampai saat ini pun mungkin masih menyayangiku. Aku tak pantas lagi disayangi oleh siapa pun lagi. Aku tak pantas lagi untuk dihargai sebagai seorang yang selalu dipercaya. Nyaliku menciut ketika aku menyadari itu semua.
            Sampai detik ini pun, aku belum dapat memaafkan diriku sendiri sebelum dia dapat memaafkan semua kesalahan-kesalahan yang pernah kuperbuat. Aku semakin menyesal ketika harus mendengar luapan kebenciannya. Aku sudah tak mampu lagi bersembunyi di balik bulu-bulu domba. Nyaliku sudah menciut.

==============
Tuhan, aku tahu jika berputus asa dari Rahmat-Mu adalah dosa besar. Sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh salah seorang Ahlul Bait, keluarga nabi. Dan aku telah lama telah berputus asa dari Rahmat-Mu, maka akulah pendosa itu.

Aku sudah lelah untuk berfilsafat ketika aku harus mengesampingkan fungsi hati yang tenang. Aku tak mampu lagi berspekulasi. Ali bin Abi Thalib juga telah berpesan agar pengikut Muhammad tidak memiliki pemikiran yang hanya bersifat spekulatif. Ali adalah orang yang kukagumi karena kecerdasan dan kepolosannya. Sekarang aku tak lagi berspekulasi bukan karena mengikuti pesannya, melainkan karena aku telah lama berputus asa dari Rahmat-Mu, maka akulah pendosa itu. Aku lelah ya Robb.

Tuhan, aku tak tahu apa yang harus kulakukan untuk memaafkan diriku ketika kebencian menderaku dari luar sana. Aku tak tahu bagaimana caraku untuk mengobati rasa bersalahku ini ketika aku merasa dalam kesendirian, dalam kegelapan yang tak terbayangkan sebelumnya.

Tuhan Yang Esa, aku tak tahu – menahu tentang ajaran para sufi untuk segera bertaubat dari dosa-dosa besar. Aku belum mampu menafsirkan ayat-ayat yang telah Kau firmankan "Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya". (QS. az-Zumar: 53).

Tuhan, aku merasa aku adalah sebodoh-bodohnya manusia, aku sering melakukan suatu hal tanpa mengetahui hakikat kebenarannya. Bagaimana aku harus bertaubat ketika aku mendengar firman-Mu "Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? - Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui". (QS. Ali Imran: 135).

Ya Tuhan-ku, bagaimana aku dapat bertaubat ketika dalam tangisku aku berfikir “taubatku hanya dalam mulut, tangisku ini adalah tangis kebohongan, karena aku adalah pendusta terbesar yang pernah ku tahu”. Dan bagaimana pula aku harus bertaubat ketika aku mendengar ayat yang Kau turunkan kepada para pengikut Muhammad pada saat Perang Tabuk "Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat ) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang". (QS. at-Taubah: 118).

Wahai Penguasa Langit dan Bumi, bagaimana aku dapat bertaubat ketika aku merasa sangat takut akan mengulangi kesalahan-kesalahan sebelumnya. Aku sangat takut aku tak mampu menjaga taubatku. Jika demikian itu, apa makna yang dapat kupahami dari sya’ir yang telah Kau ciptakan "Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? - Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui" [QS. Ali Imran: 135].

Duhai Sang Pencipta semua yang ada di langit dan di bumi, aku bersumpah atas Nama-Mu, aku sangat takut tak mampu meninggalkan kesalahanku yang lalu dengan segera. Aku sangat takut menghakimi diriku sendiri dengan mengesampingkan firman-Mu "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan ) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami." (QS. al 'Ankabut: 69).

Tuhan, aku ragu jika aku mampu meninggalkan semua kesalahanku ini. Aku bukanlah kaum sufi yang pandai bertaubat. Aku bukanlah manusia yang mampu menyamai orang-orang yang ku kagumi, Ali bin Abi Thalib Karramallohu Wajhah. Aku tak mampu menghiasi wajahku seperti Ia menghiasi wajahnya.

Aku adalah pendosa terbesar yang pernah ku tahu. Aku pantas dibenci oleh orang-orang yang pernah ku sakiti. Dia pantas membenciku.

Tuhan jika aku di panjangkan umur, aku ingin meminta maaf kepadanya. Aku tak akan mampu memaafkat diriku sendiri sebelum ia memaafkanku. Jika aku berhak meminta kepada-Mu, janganlah kau siksa aku di dunia, karena aku memiliki setumpuk harapan secara pribadi dan harapan dari orang-orang di sekitarku. Jika Kau siksa aku di dunia,aku sangat takut hatiku dan hati orang-orang yang menyayangiku akan hancur berkeping-keping. Bukankah Kau akan menutupi dosa-dosa manusia yang ingin bertaubat, di dunia? Dan janganlah pula kau balas kesalahanku di akhirat nanti. Karena aku sangat takut dengan api yang membara. Demi Allah, aku sangat takut dengan bara api yang selalu membakar jiwaku.

Ya Allah maafkan hamba, karena telah lancang meminta kepada-Mu sedangkan aku adalah pendosa besar yang telah lama berputus asa atas rahmat-Mu. Ya Allah, muliakanlah orang yang ku kagumi dan berilah hamba sedikit kemuliaan darinya. Karena ku tahu, Kau adalah Semulia-mulianya Eksistensi dan Kau pula Yang Maha Pemberi Maaf duhai Al-Kariim.

Jika aku ditanya dari mana aku mendapatkan cara meminta semacam ini, maka aku akan menuduh Abu Nuwas yang telah mengajariku permohonan seperti ini. Demi Dzat yang Maha Mengetahui, sesungguhnya aku tak mengetahui apa-apa karena aku adalah manusia terbodoh yang pernah ku tahu.
==============
            Dan untuk kau yang ada di sana, yang hatinya sedang remuk. Aku tak tahu bagaimana cara meminta maaf dengan benar. Selama ini aku hanya belajar meminta maaf yang disertai dengan keangkuhan argument-argumen yang belum dapat kau terima. Selama ini kau beranggapan aku adalah manusia yang tak pernah mau dipersalahkan, maka maafkanlah aku. Selama ini pula, aku selalu menyembunyikan kebenaran darimu, semua itu kulakukan karena aku tak pernah mampu merangkai kata-kata yang mudah kau pahami. Selama ini, kalimat-kalimat yang ku ucapkan tak dapat kau pahamai karena ketika aku merangkai kalimat tersebut, aku berada dalam keadaan di alam mimpi.
            Untuk kau yang di sana yang sedang tersakiti olehku, maafkanlah aku, tak perlu sepenuh hati. Jangan kau siksa aku dengan kebencian yang membara, Demi Allah aku sangat takut dengan bara api. Aku takut dengan bara api yang akan membakar jiwaku.
            Untuk kau yang ada di sana yang belum mampu memahamiku, pahamilah aku sebagai bentuk eksistensi yang tak pantas untuk dihargai, tak mengapalah jika aku mendapatkan penghargaan yang demikian.

Jika tabir yang selama ini melingkupuiku telah sirna, maka ijinkanlah aku meneguk sedikit ketenangan dan kejernihan berpikir dengan cawan gelas yang di berikan Tuhan untuk para pendulang ilmu-Nya.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © CATATAN HARIAN ABI Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger